Berakhirnya Petualangan Belemana
…. Lama-lama aku makin terbiasa
dengan kehidupan di sini, di Alor. Berjibaku dengan teriknya cuaca, berjibaku
dengan peluh dan debu seharian karena harus naik turun bukit menenteng tas
berisi segepok buku yang tak lain adalah kuesioner, bercengkrama dengan
kerasnya watak pribumi Alor makin membuatku nyaman. Hari-hari selanjutnya ku
habiskan di desa itu dengan tenang dan santai seolah tanpa beban. Hanya deadline pengisian kuesioner yang terus
memburu keasyikanku di sana. Andai saja tak diburu waktu, mungkin akan sedikit
ku luangkan waktu bersantai dan mendalami kehidupan masyarakatnya.
Karena masih awalan, tak jarang
wawancara pengisian kuesioner pun sering tersendat dan agak lamban. Bahkan ada
beberapa pertanyaan yang aku sendiri tidak mengerti maksudnya. Untuk
mengklarifikasi permasalahan teknis seperti ini diperlukan kordinasi dengan
tim, khususnya dengan supervisor (SPV) atau bagian editor. Kembali masalah
menghampiri. Kondisi di sana sangat sulit memperoleh sinyal untuk berkomunikasi
jarak jauh. Handphone canggih dan pulsa yang banyak menjadi tak berguna sama
sekali. Seandainya ada yang menjual pulsa berikut sinyalnya, mungkin akan laris
diserbu. Sayangnya, yang dijual hanya perangkat ponsel dan pulsanya saja. Selebihnya,
tergantung infrastruktur jaringan di sana.
Untuk mengatasi permasalahan
ini, aku terpaksa harus turun gunung hanya untuk segedar mengirim sms, terima
sms, telepon dan menerima telepon. Biasanya ku sempatkan waktu dipagi hari
untuk menuruni perbukitan mencari daerah yang mampu menangkap sinyal. Kurang lebih
1,5 kilometer harus kususuri dan letaknya di bawah Desa Belemana. Uniknya lagi,
sinyal pada handphone baru akan muncul setelah jam 7 pagi. Sebelum itu, jangan
harap. Mungkin karena pemancar atau penguat sinyal di sana harus menggunakan
generator, dan generator itu baru dinyalakan pada jam 7 pagi.
Saat ada sinyal, mendadak
banyak pesan yang masuk. Itu sms yang mungkin tertunda sejak beberapa hari lalu
saat sinyal tak menyentuh HP ku. Satu per satu pesan ku balas. Momen ini aku
manfaatkan untuk menghubungi pacarku dan keluargaku di tanah seberang sana. Karena
sulitnya sinyal, maka aku kirimkan pesan pada orang yang aku anggap penting
agar jika ingin menghubungi hanya pagi hari, sekitar jam 7. Karena itulah, tiap
pagi, selepas solat subuh aku turun gunung hanya untuk mencari sinyal. Biasanya
tepat jam 8 pagi aku baru kembali.
Saat itulah aku menyaksikan
aktivitas masyarakat desa memulai harinya. Mulai dari mandi, mencuci, pergi
berkebun, bersekolah, bermain, ku amati semua. Bahkan tempat ku duduk untuk
bertelepon tak jauh dari sekolahan. Dari sana aku pun mengamati aktivitas dan
kegiatan belajar. Sungguh memperihatinkan. Semangat anak-anak itu tidak
sebanding dengan penampilannya yang terlihat lusuh. Ku lihat bagaimana mereka
berjalan beriringan mendaki dan menuruni bukit untuk berangkat menimba sesuatu
yang bernama ilmu. Tawa riang dan canda gurau mereka tak menampakkan betapa
sulitnya hidup mereka, setidaknya dalam penilaianku.
Kegiatan belajar mengajar
mereka begitu santai. Bahkan jam pulang sekolah di sana lebih awal disbanding yang
aku tau selama di Jawa. Bukan karena sengaja santai. Tapi memang ku perhatikan,
guru di sana jumlahnya tidak memadai. Ku lihat dari kejauhan, dari celah
jendela sekelompok kecil anak yang tengah tekun membaca dan menulis. Entah apa
yang mereka baca dan tulis. Tak kulihat ada sosok pengajar di ruang itu. Sampai
sejam ku amati tetap tak bergeming seperti itu. Di ruang yang lain kulihat
anak-anak berteriak semangat menjawab dan menirukan perkataan sang “oemar bakri”
yang menenteng buku dan penggaris kayu di tangan kirinya.
Luar biasa. Meski tak ada
seorang pun yang mengajar, mereka tetap duduk manis dan belajar apa yang bisa
dipelajari. Duduk dan tetap membaca apa yang bisa dibaca, tetap menulis apa
yang bisa ditulis. Aku sedikit membayangkan dan membandingkan dengan situasi kegiatan
belajar di kota kelahiranku. Ada guru yang mengajar pun terkadang banyak siswa
yang membandel kemudian membolos dan asik nongrong di kantin sekolah. Apalagi
situasinya tidak ada guru, pasti akan lebih kacau. Dijamin, siswa yang berada
di dalam kelas, duduk manis dan belajar tidak genap sampai 50 persen. Tapi lihatlah
mereka. Lihatlah putra putri Alor yang dengan semangat dan tekunnya belajar di
sekolah. Walaupun belum tentu mereka bisa belajar di rumah. Sejauh
pengamatanku, khususnya untuk siswa sekolah dasar dan sebagian siswa SMP, kesempatan
belajar hanya ada saat di sekolah. Sebab yang mereka bawa pulang ke rumah hanya
beberapa buku tulis lusuh yang berisi corat-coret semua pelajaran yang di dapat
di kelas. Pikiranku sejenak melayang jauh menembus ruang dan waktu.
Tak terasa terik matahari
menyadarkan pada keasikan melamunku. Setelah selesai bertelepon ria dan SMS-an,
ku angkat tubuh ini dari duduk nyamannya. Jam digital di tanganku sudah
menunjuk pada pukul 8. Waktunya kembali ke basecamp
dan kembali beraksi!
Fiuuhhh….perjalanan kembali
terasa lebih berat. Desa yang berada di balik bukit serasa nun jauh di sana. Ku
kumpulkan tenaga untuk melangkahkan setapak demi setapak perbukitan Belemana.
Tak terasa tiga hari sudah aku
dan Risna tinggal di Desa Belemana. Hari keempat, tepatnya hari Kamis, temanku
Dedy Pedor datang ke Belemana. Dia adalah SPV di tim DK-Alor. Tugasnya mengatur
semua kerja tim dan sekaligus memastikan tim nya bekerja dengan baik tanpa ada
kendala. Mungkin dia datang sengaja untuk memastikan kondisi di lapangan. Kedatangannya
bagiku cukup menggembirakan. Setelah dirasa semua kuesioner terisi dan semua
responden didatangi dan diwawancara, akhirnya siang itu kami pamit mohon diri
untuk pulang ke basecamp induk di Maritaing,
Kecamatan Alor Timur.
Bermodalkan motor sewaan dengan
kondisi seadanya, aku dan Dedy berboncengan menuju Maritaing. Sedangkan Risna
menyewa ojek dari warga Belemana. Ternyata perjalanan Belemana-Maritaing cukup
jauh, tapi perjalanan bermotor kami tak menggunakan helm atau jaket tebal untuk
melindungi badan dari angin.
Kami pulang dengan perasaan
senang akan berkumpulnya kembali dengan teman-teman. Tentu akan banyak sesi
berbagi cerita seru di sana, pikirku…
(….bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar