SELAMAT DATANG

selamat datang di blog ini. Semoga dapat bermanfaat

Jumat, 01 Januari 2010

review

Judul Buku : Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru

Penulis : Saiful Mujani

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Tahun Terbit : Juni 2007

Halaman : 380 halaman ISBN: 979-22-2749-0


Selama ini terdapat dua pandangan mengenai hubungan antara Islam dan demokrasi. Ada teori yang menyatakan hubungan negatif antara Islam dan demokrasi. Namun, di sisi lain ada yang menyatakan hubungan yang positif. Kedua pandangan ini didasarkan pada penafsiran atas tradisi politik Islam, namun dengan penafsiran yang berbeda-beda. Semua didasaarkan atas sejarah politik Islam pada 15 abad silam.

Semua pandangan mengenai hubungan Islam dan demokrasi tidak berdasarkan kajian yang sistematis dan empiris hingga saat ini. Celah inilah yang coba dijembatani oleh Saiful Mujani dalam bukunya yang terkenal, “Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru”.

Dengan mengambil kasus di Indonesia sebagai Negara muslim terbesar pasca Orde Baru, kajian yang dilakukan oleh Saiful Mujani dalam buku ini berusaha mendefinisikan Islam secara empiris menurut dimensi Islam dan komponen-komponen demokrasi seperti budaya demokrasi dan partisipasi politik. Adapun aspek budaya demokrasi yang dikaji dalam buku Muslim Demokrat ini adalah dengan melihat pada modal sosial, toleransi politik, keterbukaan politik, sikap percaya pada institusi demokrasi, dan dukungan pada system demokrasi yang berjalan. Pendekatan yang dilakukan dalam kajian tentang Islam dan demokrasi tersebut adalah dengan pendekatan budaya politik.

Saiful Mujani mencoba membantah pendapat para ilmuwan yang berabrgumen negatif terhadap Islam dan demokrasi, seperti Bernard Lewis, Ernes Gellner, Elie Kedourie, Samuel Huntington, dan sejumlah pemikir besar lain yang memakai pendekatan budaya politik (political culture) dengan mengatakan bahwa perilaku politik, instutisi politik, dan kinerja politik Islam yang tidak mendukung demokrasi berasal dari kultur Islam itu sendiri. Pandangan mereka seakan-akan mengamini temuan Freedom House yang terangkum dalam Index of Political Right and Civil Liberty (2002). Menurut temuan ini, dalam tiga dekade terakhir, hanya ada satu negara Muslim yang mampu membangun demokrasi secara penuh selama lebih dari lima tahun, yaitu Mali di Afrika. Dua belas negara Muslim lainnya termasuk dalam kelompok semi-demokratis. Sisanya, yakni 35 negara, bersifat otoritarian. Lebih dari itu, delapan dari 13 negara dengan pemerintahan paling represif di dunia pada dekade yang lalu adalah negara-negara Muslim.

Dalam buku Muslim Demokrat karya Saiful Mujani ini ditunjukkan secara sistematis hubungan antara Islam dan demokrasi, dengan mendefinisikan Islam secara empiris menurut dimensi-dimensi Islam dan komponen-komponen demokrasi, yakni budaya demokrasi (modal sosial, toleransi politik, keterlibatan politik, sikap percaya pada instisusi politik) dan partisipasi politik.

Saiful Mujani menampilkan sejumlah argumen kesarjanaan Barat mengenai pandangannya terhadap hubungan antara Islam dan demokrasi. Huntington (1997), misalnya, mengatakan bahwa bila orang Islam berusaha mengenalkan demokrasi ke dalam masyarakat mereka, usaha itu cenderung akan gagal karena Islam, yang sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka, tidak mendukung demokrasi. Itu tidak lain karena watak budaya dan masyarakat Islam yang tidak ramah terhadap konsep-konsep leberalisme Barat. Hal yang sama dikatakan oleh Elie Kedourie (1992), seperti yang dikutip buku ini (hal. 13), bahwa peradaban Islam bersifat unik. Kaum muslim bangga akan warisan masa lalu mereka dan bersikap tertutup pada dunia luar. Baginya, peradaban seperti itu meghambat kaum muslim untuk mempelajari dan menghargai kemajuan politik dan sosial yang dicapai oleh peradaban lain.

Dalam melakukan analisisnya, Saiful Mujani mendialogkan antara pandangan yang negatif dan pandangan yang positif. Saiful Mujani tidak hanya menampilkan hipotesis para sarjana Barat yang memandang hubungan negatif antara Islam dan demokrasi, tapi juga menyajikan pandangan yang berbeda. Tessler, misalnya, mengatakan bahwa praktik keagamaan umat Islam dan nilai politik tidak memiliki hubungan negatif yang berarti dengan demokrasi.

Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Saiful Mujani, didapat bahwa hampir semua unsur Islam memilikii hubungan yang positif dan signifikan dengan keterlibatan kewargaan yang bersifat sekular (secular civic engagement), dengan keterlibatan politik dan dengan partisipasi politik. Islam mendorong warga Negara muslim terlibat aktif dalam politik dan aktivitas ini sejalan dengan system demokrasi secara keseluruhan. Apalagi sesudah Orde Baru runtuh pada 1998, masyarakat Islam sangat aktif melibatkan diri dalam dinamika politik. Ini terlihat dari tumbuhnya partai politik berbaju Islam seperti PKB, PBB, PKS, PKNU.

Selama ini muncul pertanyaan tentang menggapa demokrasi jarang ditemukan di Negara-negara yang mayoritas muslim. Walaupun ada, demokrasi yang berkembang cenderung tidak stabil dan tidak terkonsolidasi dengan kokoh. Atas permasalahan ini, sebagian ilmuwan menuduh bahwa Islam bertanggungjawab atas langkanya demokrasi di Negara muslim. Banyak kajian yang membahas hubungan antara budaya politik dan demokrasi, mengakui adanya dampak agama terhadap keduanya, baik itu dampak negative atau positif. Pengaruh agama atas budaya tergantung pada pentingnya peran agama dalam masyarakat.

Menurut Mujani, demokrasi harus dipahami melalui dua cara. Pertama, sebagai sebuah kompleks budaya politik, demokrasi mencakup unsur-unsur saling percaya antar sesama warga, jaringan keterlibatan kewargaan, toleransi, keterlibatan politik, kepercayaan pada institusi politik, kepuasan terhadap kinerja demokrasi, serta dukungan terhadap masyarakat politik modern, yakni negara-bangsa (nation-state). Kedua, sebagai partisipasi politik, demokrasi merupakan seperangkat aksi politik yang bersifat sukarela, mulai dari voting hingga protes oleh warga negara biasa dengan tujuan mempengaruhi kebijakan publik.