SELAMAT DATANG

selamat datang di blog ini. Semoga dapat bermanfaat

Minggu, 05 Agustus 2012

Potensi Ekonomi Industri Batik Kebumen


Oleh: Bambang Wibiono

Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kabupaten Kebumen, industri batik ternyata tidak menjadi prioritas. Pemerintah Kabupaten Kebumen lebih memfokuskan agrobisnis sebagai program utama. Hal ini sesuai dengan visi Pemerintah sendiri yaitu “Kebumen yang Mandiri dan Sejahtera Berbasis Agrobisnis”. Hal ini sangat wajar mengingat potensi ekonomi dari sektor agrobisnis sangat besar, bahkan masih menjadi penyumbang terbesar pada pendapatan daerah.
Di antara industri-industri yang berkembang di Kebumen, industri batik belum bisa dikatakan menonjol. Berdasarkan data resmi dari pemerintah Kabupaten Kebumen, hanya satu industri batik yang terdaftar memiliki izin usaha, yaitu Paguyuban Batik Lawet Sakti yang memproduksi batik tulis dan cap. Industri Batik yang beralamat di Desa Gemeksekti Kecamatan Kebumen ini mempekerjakan 13 tenaga kerja dengan omset hasil kurang lebih Rp. 40.000.000,- pertahun. Perajin batik selebihnya adalah bersifat industri rumahan dan kebanyakan memproduksi batik tulis. Padahal perajin batik tulis tercatat mencapai lebih dari 300 perajin. Namun saat ini, pengusaha batik di Kebumen yang memiliki galeri/showroom batik hanya ada satu tempat yaitu toko batik “Sekar Jagad” milik Ibu Hikmah yang beralamat di Desa Gemeksekti.
Bagi pemerintah sendiri keberadaan mereka tidak memberikan masukan pendapatan berupa pajak maupun retribusi, sehingga justru ada yang menilai bahwa keberadaan mereka merugikan pemerintah sendiri. Meskipun tidak atau belum menjadi salah satu industri yang murcusuar, namun menurut para prajin mampu menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Dalam satu bulan, satu orang prajin bisa menyelesaikan 1-2 lembar batik tulis halus, dengan nilai jual 100-600 ribu perlembar. Biasanya jika ada pesanan dalam jumlah yang massal, mereka bekerja secara berkelompok sehingga satu bulan bisa menghasilkan 30-50 lembar.
Pemasaran produk batik Kebumen juga sudah cukup luas. Selain di pasar tradisional dan beberapa toko batik yang tersebar di kota kebuman, batik Kebumen sering diikutkan dalam pameran-pameran produk baik regional maupun nasional. Bahkan beberapa kali Wahyuni menerima pesanan batik dari luar negeri, seperti Belgia dan Rusia. Sementara Teguh rajin menitipkan hasil batiknya kepada tengkulak batik nasional maupun internasional. Dia juga sering mengikutkan hasil karyanya pada acara lomba maupun pameran yang diadakan oleh pemerintah maupun swasta. Pemasaran batik Kebumen juga mulai dirintis melalui media maya internet walaupun semuanya belum optimal. Pemasaran lewat internet belum optimal dikarenakan masyarakat perajin yang cenderung gaptek terhadap internet. Sehingga upaya yang dilakukan biasanya hanya sekedar membuat blog untuk upload foto-foto motif batik serta alamatnya. Bahkan para perajin batik yang mengaku pernah mem-posting hasil batiknya di internet mengaku setelah itu tidak pernah tahu-menahu lagi aktifitas di internetnya. Tidak ada aktivitas jual beli online mengingat keterbatasan para perajin dalam mengakses internet di desa. Yang mengiklankan batik di internet pun biasanya salah seorang tetangga atau anak-anak mereka yang sedikit mengerti tentang dunia internet. Setelah posting, baik itu di jejaring sosial maupun di blog, mereka meninggalkannya begitu saja tanpa meng-update informasi.
Meski pemasaran batik Kebumen telah melampaui batas negara, namun menurut para perajin, konsumsi batik Kebumen tetap lebih besar adalah warga lokal. Adanya pesanan dari luar kota kadang karena mereka juga adalah warga asli Kebumen yang kebetulan berdomisili di tanah rantau.
Berdasarkan gambaran di atas, batik Kebumen secara ekonomi sangat signifikan, terutama bagi para perajin sendiri. Meski nilai ekonomisnya tidak signifikan namun berdampak pada kualitas kesejahteraan keluarga, karena bersifat kegiatan tambahan dan bersiat sambilan. Sedangkan bagi yang benar-benar terjun ke dunia batik seperti Wahyuni dan Teguh, mengatakan usaha batik cukup menjanjikan.
Secara sederhana potensi ekonomi dari indurstri batik Kebumen dapat digambarkan dengan tabel sebagai berikut:

No.
Aspek Ekonomi
Potensi
Keterangan
1
Produsen
379 Perajin
Perajin Batik Tulis, Cap, dan Printing
2
Omset
40 juta/tahun
1-2 lembar/bulan (tulis),
30-50 lmbr/bln (Cap&printing)
100-600 ribu.lembar
3
Pemasaran
Lokal, regional, Nasional, dan Internasional
melalui pasar konvensional, pameran, dan web
  Sumber: wawancara dan data Disperindagkop Kab. Kebumen 2010

Berdasarkan keterangan di atas, jelas bahwa meskipun batik saat ini belum menjadi satu jenis industri yang siginifikan dan penting bagi perekonomian masyarakat Kebumen, namun industri batik memiliki potensi ekonomi yang besar, apalagi jika nantinya mampu dikembangkan dan bisa bersaing dengan batik-batik dari luar wilayah.

Bermacam Motif Batik dan Maknanya




1. Kawung                                                             
Motif kawung konon diciptakan oleh salah satu Sultan Mataram. Motif ini diilhami oleh sebatang pohon aren yang buahnya kita kenal dengan kolang kaling. Motif ini dihubungkan dengan binatang kuwangwung. Pohon aren dari atas (ujung daun) sampai pada akarnya sangat berguna bagi kehidupan manusia, baik itu batang, daun, nira, dan buah. Hal tersebut mengisaratkan agar manusia dapat berguna bagi siapa saja dalam kehidupannya, baik itu dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Makna lain yang terkandung dalam motif kawung ini adalah agar manusia yang memakai motif kawung ini dapat menjadi manusia yang ideal atau unggul serta menjadikan hidupnya menjadi bermakna.
Motif batik kawung sendiri bergambar bunga pohon aren (buah kolang-kaling). Motif batik kawung mempunyai  geometris segi empat menurut kebudayaan jawa melambangkan suatu ajaran tentang terjadinya kehidupan manusia. Motif kawung bermacam ragamnya. Diantaranya adalah kawung picis dan kawung jenggot

Description: D:\Wibiono^\BATIK\19 juni (motif batik mekar sari)\kawung jenggot.JPG


Kawung Picis                                                                Kawung Jenggot

Kegunaan batik Kawung Picis  : Dikenakan di kalangan kerajaan
Filosofi batik Kawung Picis : Motif ini melambangkan harapan agar manusia selalu ingat akan asal-usulnya, juga melambangkan empat penjuru (pemimpin harus dapat berperan sebagai pengendali ke arah perbuatan baik). Juga melambangkan bahwa hati nurani sebagai pusat pengendali nafsu-nafsu yang ada pada diri manusia sehingga ada keseimbangan dalam perilaku kehidupan manusia.

2. Slobog
Kegunaan batik Slobog : Dipakai pada upacara kematian, dipakai pada upacara pelantikan para pejabat pemerintahan.
Filosofi batik Slobog : Melambangkan harapan agar arwah yang meninggal mendapatkan kemudahan dan kelancaran dalam perjalanan menghadap Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan keluarga yang ditingalkan juga diberi kesabaran dalam menerima cobaan kehilangan salah satu keluarganya. Melambangkan harapan agar selalu diberi petunjuk dan kelancaran dalam menjalankan semua tugas-tugas yang menjadi tangung jawabnya.



Description: D:\Wibiono^\BATIK\24 juni\trutul.JPGDescription: Description: http://www.tembi.org/ensiklopedi/20090106/1.jpg3. Truntum/trutul










Motif Truntum yang diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (Permaisuri Sunan Paku Buwana III) bermakna cinta yang tumbuh kembali. Beliau menciptakan motif ini sebagai symbol cinta yang tulus tanpa syarat, abadi, dan semakin lama semakin terasa subur berkembang (tumaruntum). Karena maknanya, kain bermotif truntum biasa dipakai oleh orang tua pengantin pada hari penikahan. Harapannya adalah agar cinta kasih yang tumaruntum ini akan menghinggapi kedua mempelai. Kadang dimaknai pula bahwa orang tua berkewajiban untuk “menuntun” kedua mempelai untuk memasuki kehidupan baru.
 










Kegunaan batik Truntum/trutul: Untuk orang tua pengantin pada waktu upacara panggih.
Filosofi batik Truntum: Truntum berarti menuntun, sebagai orang tua berkewajiban menuntun kedua mempelai memasuki hidup baru atau berumah tangga yang banyak liku-likunya.


4. Wahyu Tumurun
Filosofi Wahyu Tumurun : Wahyu berarti anugerah, temurun berarti turun, dengan menggunakan kain ini diharapkan mendapatkan anugerah dari yang Maha Kuasa berupa kehidupan yang bahagia dan sejahtera serta mendapat petunjukNya.

5. Sekar Jagad
Description: Description: Description: Description: D:\Wibiono^\BATIK\foto kebumen\DSCI0024.JPG

Motif Sekar Jagad mengandung makna kecantikan dan keindahan sehingga orang lain yang melihat akan terpesona. Ada pula yang beranggapan bahwa motif Sekar Jagad sebenarnya berasal dari kata “kar jagad” (Kar=peta; Jagad=dunia), sehingga motif ini juga melambangkan keragaman diseluruh dunia. Motif ini menggambarkan kombinasi seluruh isi alam, atau jagat raya ini. Ada pepohonan, pemandangan alam, ada rumah, bahkan pagar rumah kadang muncul pada motif ini.

6. Semen
Motif semen ini berasal dari kata sami-samien, yang berarti berbagai macam tumbuhan dan suluran. Pada motif ini sangat luas kemungkinannya dipadukan dengan ragam hias tambahan lainnya, antara lain: naga, burung, candi, gunung, lidah api, panggungan dan lar, sawat atau sayap. Apabila ditinjau dan dirangkai secara keseluruhan dalam motif batik Semen mempunyai makna bahwa hidup manusia dikuasai (diwengku) oleh penguasa tertinggi.[1]
Motif Semen juga dimaknai sebagai penggambaran dari “kehidupan yang semi” (kehidupan yang berkembang atau makmur). Terdapat beberapa jenis ornamen pokok pada motif-motif semen. Yang pertama adalah ornamen yang berhubungan dengan daratan, seperti tumbuh-tumbuhan atau binatang berkaki empat. Kedua adalah ornament yang berhubungan dengan udara, seperti garuda, burung dan mega mendung. Sedangkan yang ketiga adalah ornament yang berhubungan dengan laut atau air, seperti ular, ikan dan katak. Jenis ornament tersebut kemungkinan besar ada hubungannya dengan paham Triloka atau Tribawana. Paham tersebut adalah ajaran tentang adanya tiga dunia; dunia tengah tempat manusia hidup, dunia atas tempat para dewa dan para suci, serta dunia bawah tempat orang yang jalan hidupnya tidak benar/dipenuhi angkara murka.
Motif semen yang banyak dijumpai diantaranya adalah semen rama. Motif Semen Rama (dibaca Semen Romo) sendiri seringkali dihubungkan dengan cerita Ramayana yang sarat dengan ajaran Hastha Brata atau ajaran keutamaan melalui delapan jalan. Ajaran ini adalah wejangan keutamaan dari Ramawijaya kepada Wibisana ketika dinobatkan menjadi raja Alengka. Jadi “Semen Romo” mengandung ajaran sifat-sifat utama yang seharusnya dimiliki oleh seorang raja atau pemimpin rakyat.

7. Sido Luhur

Description: Description: http://www.tembi.org/ensiklopedi/20090106/2.jpg







Motif Sida Luhur (dibaca Sido Luhur) bermakna harapan untuk mencapai kedudukan yang tinggi, dan dapat menjadi panutan masyarakat. Bagi orang Jawa, hidup memang untuk mencari keluhuran materi dan non materi. Keluhuran materi artinya bisa tercukupi segala kebutuhan ragawi dengan bekerja keras sesuai dengan jabatan, pangkat, derajat, maupun profesinya. Sementara keluhuran budi, ucapan, dan tindakan adalah bentuk keluhuran non materi. Orang yang bisa dipercaya oleh orang lain, atau perkataannya sangat bermanfaat kepada orang lain tentu itu akan lebih baik daripada perkataannya tidak bisa dipegang orang lain dan tidak dipercaya orang lain. Orang yang sudah bisa dipercaya oleh orang lain adalah suatu bentuk keluhuran non materi. Orang Jawa sangat berharap hidupnya kelak dapat mencapai hidup yang penuh dengan nilai keluhuran.

8. Sido Mukti

Description: Description: http://www.tembi.org/ensiklopedi/20090106/3.jpg

Motif-motif berawalan sida (dibaca sido) merupakan golongan motif yang banyak dibuat para pembatik. Kata “sida” sendiri berarti jadi/ menjadi/terlaksana. Dengan demikian, motif-motif berawalan “sida” mengandung harapan agar apa yang diinginkan bias tercapai. Salah satunya adalah sida mukti, yang mengandung harapan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin.

9. Buntal
Filosofi batik dengan motif buntal adalah semangat persatuan dan kesatuan. Karena dahulu merupakan jaman perang melawan penjajah, pesan yang ingin disampaikan dalam motif ini adalah kuatkan barisan jangan sampai tercerai berai. Selalu komunikasi antar kelompok satu dengan yang lainnya.

Description: http://apriliaisme.files.wordpress.com/2009/12/parang-barong.jpeg?w=221&h=15310. Parang Barong

                                                            Parang Barong










Ada yang memaknai  bahwa motif batik ini berasal dari kata “batu karang” dan “barong” (singa). Parang Barong merupakan parang yang paling besar dan agung, dan karena kesakralan filosofinya motif ini hanya boleh digunakan untuk Raja, terutama dikenakan pada saat ritual keagamaan dan meditasi. Ada juga yang memaknai bahwa parang berasal dari senjata seperti golok panjang.
Kata barong berarti sesuatu yang besar, dan ini tercermin pada besarnya ukuran motif tersebut pada kain. Motif Parang Rusak Barong ini merupakan induk dari semua motif parang. Motif ini mempunyai makna agar seorang raja selalu hati-hati dan dapat mengendalikan diri.
Motif ini diciptakan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya sebagai raja dengan segala tugas kewajibannya, dan kesadaran sebagai seorang manusia yang kecil di hadapan Sang Maha Pencipta.

11. Parang Rusak
Selain parang barong, jenis motif parang lainnya adalah Parang Rusak. Motif ini hanya digunakan oleh para bangsawan pada masa dahulu untuk upacara-upacara kenegaraan. Motif ini sampai sekarang masih tetap terjaga. Menurut Koeswadji[2], sesuai dengan arti kata, Parang Rusak mempunyai arti perang atau menyingkirkan segala yang rusak, atau melawan segala macam godaan. Motif ini mengajarkan agar sebagai manusia mempunyai watak dan perilaku yang berbudi luhur sehingga dapat mengendalikan segala godaan dan nafsu.


12. Parang Kusuma
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidjvQQZR2y7j2RMe878R9xNnFrJjPxRyb4RVzFzxwdYNWsZOLVJaoVjo4_pZj3H8Jb7Dl0Euk0yheWMGxw5b2xKQA8SCGFzX6RND4ZslT58cqsjkUqpm3Z3FX5xoOTUit6lA7MMh_MenUS/s400/parangkusumo.JPG
Mengandung makna hidup harus dilandasi oleh perjuangan untuk mencari keharuman lahir dan batin, ibaratnya keharuman bunga (kusuma). Bagi orang Jawa, hidup di masyarakat yang paling utama dicari adalah keharuman pribadinya tanpa meninggalkan norma-norma yang berlaku dan sopan santun agar dapat terhindar dari bencana lahir dan batin. Walaupun sulit untuk direalisasikan, namun umumnya orang Jawa berharap bisa menemukan hidup yang sempurna lahir batin.
Pada umumnya motif-motif batik yang ada terkadang berbeda di tiap daerah. Meski dengan motif yang sama, namun kadang masing-masing pengrajin mengembangkan corak dan warnanya sendiri. Masih banyak motif batik lainnya yang ada di Jawa Tengah. Motif-motif batik yang ada di wilayah Barlingmascakeb umumnya masih ada pengaruh dari motif-motif batik Yogya dan Solo.


[1] Kartini, Pramono. 2005. Simbolisme Seni Batik Klasik dan Tradisional, Pidato Dies Natalis XXXVIII Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.
[2] Koeswadji, K. 1981, Mengenal Seni Batik di Yogyakarta, Proyek Pengembangan Permuseuman, Yogyakarta. Hal 25

Mengenal Kondisi Beberapa Pengusaha Batik Cilacap


Oleh: Bambang Wibiono, S.I.P

Batik Cilacap memiliki sejarah yang sama dengan batik Banyumasan yang lain. Batik Banyumas sendiri memiliki sejarah yang tidak terlepas dari budaya asli Banyumas maupun pengaruh budaya lain seperti Jogjakarta dan Surakarta, maupun Pekalongan. Sejarah asal mula batik Banyumas dan juga Cilacap memang belum dapat dilacak permulaannya, namun dari informasi para sesepuh dan penggiat batik di wilayah ini, disebutkan batik Cilacap dan Maos khususnya berasal dari adanya Kademangan-kademangan di daerah Banyumas dan sekitarnya. Ini berawal dari adanya pengikut Pangeran Diponegoro yang mengungsi di daerah Banyumas.
Sejarah Batik Cilacap sendiri dimulai di Sukoraja ketika Perang Diponegoro berakhir pada tahun 1830. Ketika itu, banyak pengikut Pangeran Diponegoro yang pindah dari Solo dan Yogya dan menetap di Banyumas dan sekitarnya, termasuk Maos. Banyak di antara mereka turut pula anggota keluarga kerabat Keraton Yogya dan Solo yang menolak kebijakan kolonial Belanda. Mereka pindah dan turut membawa serta seni membatik. Lama-kelamaan ketrampilan membatik tersebar luas di kalangan masyarakat Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen dan sekitarnya. Itulah sebabnya, batik Banyumasan, termasuk Cilacap mendapat banyak pengaruh batik Yogya dan Solo.

1. Desa Maos
Sentra batik di Cilacap yang cukup terkenal berada di wilayah maos, tepatnya Desa Maos Lor dan Maos Kidul. Berdasarkan informasi, perintis pengrajin batik Maos berada di Maos Kidul, yaitu batik Kencana. Namun, ketika saya mengunjungi ke sana, ternyata pemilik Batik Tulis Kencana, yaitu Ibu Maryo telah meninggal dunia 40 hari yang lalu.
Di sepanjang jalan utama Maos, terdapat 1 rumah batik bernama “Rumah Batik Onel Exotika” milik Ibu Maria yang terletak di Desa Maos Lor. Hanya saja rumah batik ini merupakan murni penjualan dan tidak memproduksi batik sendiri. Stok batik yang ada di toko merupakan pasokan dari para pengrajin batik di sekitar Maos. Bahkan toko batik milik Ibu Maria tidak hanya menjual batik Cilacap, tetapi juga batik dari daerah lain seperti Cirebon, Pekalongan, Solo, Banyumas, dsb.
Rumah Batik Onel lumayan sukses. Hal ini dilihat dari omzet per bulan yang bisa mencapai 15 juta. Promosi yang dilakukan pun tidak hanya mengikuti pameran-pameran yang diadakan pemerintah kabupaten atau propinsi, tetapi juga berupa spanduk, iklan di radio, iklan di yellowpages, bahkan lewat internet walaupun belum dioptimalkan. Pengaruh dari promosi ini dianggap cukup berpengaruh terhadap penjualan. Ada beberapa orang dari luar kota yang memesan batik di tokonya karena melihat iklan. Untuk wilayah Cilacap atau Maos, sudah sangat dikenal. Hal ini karena tidak ada saingan. Untuk wilayah Maos hanya ada dua usaha batik, yaitu Rumah Batik Onel dan Rajasa Mas milik Ibu Euis yang letaknya tidak jauh dari toko batik Onel.
Usaha batik yang kedua adalah Rajasa Mas milik Ibu Euis dan Pak Tonik yang berada di Jalan Penatusan, Maos Lor. Usaha batik ini terbesar di Cilacap karena jangkauan pemasarannya sangat luas sampai tingkat nasional bahkan ke internasional. Usaha batik milik Ibu Euis ini pernah mengikuti ajang pameran tingkat nasional dan internasional. Toko atau galeri batiknya tidak hanya di Maos, tetapi juga ada cabang di Semarang dan Jakarta.
Memasuki Jalan Penatusan, terlihat beberapa rumah menjemur kain batik. Memang Desa Maos Lor terkenal pengrajin batiknya. Tak heran sentra industri batik Cilacap berada di tempat ini.
Jumlah pekerja di Toko Batik Rajasa Mas sangat banyak, hingga ratusan. Hanya saja sebagian besar pengerjaan membatik dilakukan di rumah masing-masing. Walaupun demikian, aktivitas membatik juga terlihat di tempat usahanya. Itu terlihat dari beberapa orang yang tengah asik membatik, mewarnai, dan menjemur kain-kain batik.
Permasalahan yang dihadapi oleh Ibu Euis dengan usaha yang sebesar itu boleh dikatakan hampir tidak ada. Masalah modal pun tidak menjadi kendala walaupun pada awal merintisnya dengan modal pribadi yang sangat terbatas. Namun sekarang modal didapat dari pinjaman Bank Jateng dan beberapa pemodal lain.
Dari segi periklanan atau promosi pun nampaknya tidak ada kendala. Promosi dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari pameran, iklan media cetak, media elektronik, bahkan melalui internet. Tidak heran jika usaha batik Rajasa Mas sangat dikenal, apalagi di wilayah Cilacapnya sendiri. Jenis batik yang diproduksi pun tidak hanya batik tulis, tetapi juga batik cap dan printing.

2. Desa Klumprit, Kecamatan Nusawungu
Satu desa lagi di wilayah Cilacap yang terdapat pengrajin batik adalah di Desa Klumprit, Kecamatan Nusawungu. Di desa ini terdapat kelompok pembatik yang bernama “Canting Emas” milik Bapak Suripto. Kondisi desa ini tidak tampak seperti desa yang banyak pembatiknya. Bahkan ketika bertanya kepada warga sekitar yang melintas, mereka tidak mengetahui lokasi pembatik ini.
Dari penjelasan Pak Suripto diketahui bahwa tradisi membatik di desanya sudah hampir punah. Pendapat ini pun disetujui oleh warga yang saya tanyai ketika bertemu di jalan. Pada saat ini aktivitas membatik sedang vakum. Masyarakat desa sedang fokus pada pertanian.
Aktivitas membatik di desa ini dilakukan sebagai sambilan, karena biasanya warga telah memiliki pekerjaan pokok. Selain itu, para pembatik di desa ini umumnya sudah sangat sepuh. Seperti penuturan salah seorang warga yang juga pembatik. Ia mengaku dulu sering membatik, tetapi untuk saat ini sudah tidak lagi karena usia yang sudah sepuh dan penglihatannya pun mulai berkurang, sehingga kesulitan dalam membatik karena menurutnya membatik perlu ketelitian.
Produksi batik Canting Emas tidaklah banyak karena memang dengan modal yang seadanya. Motif batik khas yang diproduksi memang tidak diketahui, namun secara umum motif yang dihasilkan diantaranya Sida Mukti, Bubur Sente, prang rusak, semen rama, semen asli, dll.
Kendala yang dihadapi usaha batik di Desa Klumprit ini selain persoalan modal, bahan baku, berkurangnya minat membatik, juga persoalan kreativitas dalam hal desain. Kebanyakan pembatik hanya bisa membatik tanpa pandai mewarnai dan finishing, sehingga ini menjadi kendala sendiri dalam memproduksi batik.
Permasalahan lainnya adalah penjualan. Saat ini orang lebih memilih membeli pakaian batik jadi ketimbang bersusah payah membatik. Jika harus membatik perlu dana yang cukup besar, tenaga yang tekun serta waktu yang lama. Sedangkan jika membeli barang jadi, harganya cukup murah. Kebanyakan orang tidak mau melihat jenis batiknya tulis, cap atau printing, tetapi yang terpenting harganya murah. Karena itulah tradisi membatik mulai ditinggalkan, selain membatik sudah mulai dianggap tidak prospektif jika dijadikan usaha.
Pak Suripto dan teman-temannya sendiri pernah mengikuti beberpa pelatihan tentang batik yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, baik kabupaten atau propinsi. Usaha batik Pak Suripto ini pernah ditawari untuk mengikuti pameran di Jakarta, namun beliau tidak menyanggupinya. Alasannya, dia belum percaya diri untuk menampilkan hasil batiknya serta stok batiknya sangat terbatas. Sejauh ini promosi pun belum pernah dilakukannya. Mungkin karena persoalan produksi, SDM, keuangan, persoalan pemasaran dan promosi menjadi kendala perkembangan batik Desa Klumprit ini. 

Gambaran Tentang Batik Kebumen


Oleh: Bambang Wibiono, S.I.P

Batik tulis merupakan warisan budaya Indonesia yang sudah mendunia. Berbagai daerah menghasilkan batik dengan ragam motif dan teknik yang bermacam-macam, Kabupaten Kebumen merupakan salah satunya.
Sebuah kebanggaan bagi orang-orang yang suka dan cinta dengan karya anak bangsa. Batik Kebumen sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, namun cerita sejarahnya masih simpang siur. Batik Kebumen dikatakan beberapa media di bawa dari keraton Yogya. Akan tetapi sebenarnya tidak ada bukti yang kuat tentang itu. Dari banyaknya pengrajin Batik kebumen di pusat Batik Kebumen dari Desa Jemur, Seliling dan Gemeksekti dusun Tanuraksan, semua Pengrajin Batik Tulis Kebumen tidak ada yang tahu secara pasti awal Batik kebumen dibuat. Mereka semuanya kompak menjawab bahwa mereka hanya membuat saja secara turun temurun dan tidak mengetahui secara pasti.
Sejarah batik di kebumen ada berbagai versi. Menurut cerita dan beberapa sumber, cikal bakal batik tulis Kebumen dimulai pada abad ke-19. Pada masa itu batik menjadi barang eksklusif bagi kalangan keraton. Keadaan itu berubah ketika Pangeran Bumidirdjo membuka wilayah Kebumen dan memperkenalkan batik kepada masyarakat.
Ada juga yang menjelaskan bahwa pembatikan di Kebumen dikenal sekitar awal abad ke-XIX yang dibawa oleh pendatang-pendatang dari Yogya dalam rangka dakwah Islam antara lain yang dikenal ialah Penghulu Nusjaf. Beliau inilah yang mengembangkan batik di Kebumen dan tempat pertama menetap ialah sebelah Timur Kali Lukolo sekarang dan juga ada peninggalan masjid atas usaha beliau. Proses batik pertama di Kebumen dinamakan teng-abang atau blambangan dan selanjutnya proses terakhir dikerjakan di Banyumas/Solo. Sekitar awal abad ke-XX untuk membuat polanya dipergunakan kunir yang capnya terbuat dari kayu. Motif-motif Kebumen ialah pohon-pohon, burung-burungan. Bahan-bahan lainnya yang dipergunakan ialah pohon pace, kemudu dan nila tom.
Mengenai corak batik kebumen, awalnya berkiblat pada batik Jogja, namun kemudian hari batik kebumen menemukan coraknya dengan filosofi dan kultur setempat.
Dahulu, batik Kebumen memiliki sejarah gemilang. Batik tulis yang hanya untuk jarik atau sinjang itu hingga tahun 1970-an pernah merajai pasaran batik di daerah Kedu, Banyumas hingga Lampung. Beberapa pengusaha batik pernah menjadi juragan pada zamannya, antara lain di Desa Wonoyoso, Desa Watubarut, dan Desa Tanuraksan, semuanya di Kecamatan Kebumen.
Pada tahun 1960 hingga tahun 1980-an, batik tulis Kebumen mencapai masa keemasannya. Saat itu batik tulis menjadi komoditas unggulan. Hampir seluruh wilayah di kabupaten ini memproduksi batik tulis. Berdasarkan riwayat, batik asli Kebumen sebenarnya hanya berpusat di beberapa desa, yaitu Desa Watubarut (Kecamatan Kebumen), Desa Seliling (Kecamatan Alian), Desa Jemur (Kecamatan Pejagoan), dan di Kampung Tanuraksan (Desa Gemesekti). Di Desa Watubarut yang menjadi cikal bakal usaha batik tulis, aktivitas batik membatik kini benar-benar punah, lantaran tak ada generasi penerus. Saat ini tinggal beberapa daerah saja yang masih bertahan dan terus menghasilkan batik tulis, diantaranya adalah Desa Jemur, Seliling, dan Gemeksekti.
Menurut informasi dari Dinas Perindustrian Kabupaten Kebumen, kira-kira terdapat sekitar 300 motif klasik khas Kebumen. Sebagian besar bercorak flora, fauna, dan geometri. Dari segi warna, batik tulis Kebumen lebih beragam daripada batik dari daerah lainnya. Selembar kain batik bisa mengandung empat kombinasi warna seperti cokelat, ungu, biru, hijau, kuning, atau hitam. Ada pula batik tulis dengan dominasi warna merah (bang-bangan) atau biru (biron).
Menurut penuturan Ibu Salbiyah, motif batik Kebumen pada dasarnya ada tiga. Yaitu merakan (burung merak), pelataran seperti daun-daunan yang lebar, dan jagatan atau sekar jagat. Masih ada motif kombinasi yang bercorak lengkap, yakni kawung, ada kawung uwer dan ada kawung jenggot.
Untuk batik kawung jenggot ini, sepintas terkesan porno. Menurut Muhtadin, yang dikenal sebagai pengusaha batik dan juga sebagai ketua kelompok perajin batik “MEKAR SARI”, warnanya agak berbeda dari batik lainnya, karena didominasi warna hitam, dan ada perpaduan antara gambar alam dan manusia, termasuk jenggot atau jambang lelaki. Kesannya seperti porno, kawung jenggotan, namun motif batiknya justru menarik dan banyak digemari oleh para ibu zaman dulu. Untuk jenis motif ini sangat langka, karena menurut penuturan Pak Muhtadin di desanya hanya ada satu orang yang bisa membatik jenis Kawung Jenggot.
Motif merakan mudah dikenali dari ornamen bergambar burung merak, memanjang dari kepala hingga ekor. Di ujung sayap yang panjang, ada warna melingkar kecil-kecil.
Corak pelataran juga begitu unik, yakni perpaduan gambar dedauan, dan bunga-bungaan yang ada di halaman, atau pelataran rumah. Adapun motif sekar jagat tergolong paling istimewa dan banyak disukai. Sebab motif ini menggambarkan kombinasi seluruh isi alam, atau jagat raya ini. Ada pepohonan, pemandangan alam, ada rumah, bahkan pagar rumah kadang muncul pada motif ini.
Dari ketiga motif batik khas Kebumen, yang dominan bertahan adalah corak sekar jagat. Motif batik ini seakan menjadi trade mark batik tulis Kebumen. Para kolektor batik juga memburu jenis itu karena terkesan orisinil, dan kuat dalam motif dan warna.

1. Desa Gemeksekti, Dusun Tanuraksan
Dusun Tanuraksan, Desa Gemeksekti, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen merupakan wilayah kampung batik. Memasuki desa itu terdapat gapura besar bertuliskan “Selamat Datang di Kampung Batik”. Sebutan itu sangat kontras dengan kondisi yang terjadi di desa. Sepanjang jalan desa tidak terlihat tanda-tanda bahwa desa itu adalah kampung batik. Tidak ada tanda-tanda aktivitas masyarakat yang membatik atau menjemur kain batik. Satu-satunya tanda adalah toko batik di sekitar pintu masuk desa serta rumah yang dipasang papan “Paguyuban Pengrajin Batik”.
Ketika hendak bertanya-tanya mengenai batik di desa itu, saya mencoba mendatangi rumah ketua paguyuban pembatik. Dari tuan rumah, saya disarankan untuk datang ke rumah kepala desa yang juga pemilik toko batik di Desa Tanuraksan. Dari sedikit penjelasan tuan rumah, menjelaskan bahwa kondisi masyarakat sekitar sudah mulai enggan untuk membatik. Banyak masyarakat yang lebih memilih bekerja menjadi buruh toko, petani, atau bekerja di luar kota.
Penelusuran informasi dilanjutkan ke rumah kepala desa yang juga pemilik Toko Batik “SEKAR JAGAD”. Ibu Hikmah adalah pemilik satu-satunya toko batik di Desa ini. Bahkan Ibu Hikmah merupakan satu-satunya orang di Kebumen yang memiliki showroom batik sekaligus memproduksi. Menurutnya, dahulu, bahkan sejak jaman penjajahan, di Tanuraksan sangat terkenal dengan pengrajin batiknya sehingga dijadikan kampung batik. Tetapi dalam perkembangannya sekarang, masyarakat sudah mulai meninggalkan aktivitas membatik. Menurut Ibu Hikmah bahwa memang di Desa Gemeksekti tidak ada pengusaha batik selain toko miliknya, yang lain hanyalah pembatik rumahan yang biasanya dikerjakan untuk mengisi waktu luang atau jika ada yang memesan batik. Produksi batik toko milik Ibu Hikmah juga sebagian besar dikerjakan di rumah masing-masing yang kemudian nanti disetor. Maka dari itulah tidak ada tempat khusus bagi pegawainya membatik. Hanya terlihat orang membatik sendirian di halaman rumah Ibu Hikmah, tepatnya tepat di belakang toko Batiknya.
·         Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi para pengrajin batik di Dusun Tanuraksan ini adalah mulai menurunnya minat masyarakat untuk membatik. Hal ini dikarenakan kurangnya permodalan serta masyarakat menganggap tidak prospeknya usaha membatik. Membatik memerlukan ketekunan dan menyita banyak waktu, namun keuntungan yang dihasilkan tidak sebanding dengan tenaga dan waktu yang dibuang. Mungkin karena alasan itulah mereka mulai meninggalkan kehidupan membatik.
Sebenarnya pembatik di desa itu sangat banyak, jumlahnya ratusan. Bahkan boleh dibilang, tiap rumah melakukan membatik. Karena menurunnya minat membatik itulah, kini Desa Tanuraksan tidak seperti julukannya, yaitu kampung batik. Para pembatik di desa itu biasanya menyetor hasil batiknya ke Ibu Hikmah untuk dijual, meskipun ada yang menjualnya sendiri ketika ada yang memesan.
Usaha Ibu Hikmah lumayan besar, namun untuk masalah wilayah pemasaran penjualan masih terbatas di wilayah Kebumen. Meskipun pernah mengikuti berbagai ajang pameran, mulai dari tingkat kabupaten hingga tingkat nasional, bahkan hingga tingkat internasional seperti yang pernah diikutinya di Malaysia, Ibu Hikmah belum memasarkan hasil produksinya secara besar-besaran ke luar kota. Kalaupun hasil produksinya di jual ke luar kota, itu pun karena permintaan atau pesanan dari luar kota. Selama ini upaya promosi pun belum dilakukan, tetapi hanya sebatas mengikuti beberapa pameran batik.

2. Desa Jemur
Sedikit berbeda dengan kondisi di Desa Jemur, di sana tidak ada yang memiliki badan usaha atau toko seperti Ibu Hikmah. Di Desa Jemur terdapat dua kelompok pengrajin batik. Sebenarnya di Desa Jemur, seperti di Desa Tanuraksan, banyak terdapat pembatik. Namun menurut Ibu Siti Nurjanah, setidaknya ada sekitar 30an pengrajin batik di desa itu. Karena jumlah itu, akhirnya dibagi menjadi 2 kelompok pembatik, yaitu: Kelompok Kenanga dan Mawar. Di Desa Jemur kondisinya lebih terlihat bahwa itu kawasan batik, karena ada beberapa rumah warga yang sedang mengerjakan batik.
Bahkan menurut penuturan beberapa orang, Desa Jemur lebih terkenal batik tulisnya. Tidak heran, terkadang Toko Batik Sekar Jagat milik Ibu Hikmah meminta pasokan batik tulis dari Desa Jemur ketika ada pesanan. Ibu Hikmah pun membenarkan hal itu. Menurutnya Desa Jemur kualitas batik tulisnya cukup rapi dan halus.
 ·         Permasalahan
Di Desa Jemur, Kecamatan Pejagoan ini mengkhususkan dalam pengrajin batik tulis. Ketika mendatangi kelompok pengrajin batik tulis Kenanga, di sana terdapat beberapa orang sedang membatik. Dari penuturan Ibu Siti dan kawan-kawannya, diketahui bahwa masyarakat di desa itu pun sama kondisinya dengan di Tanuraksan. Masyarakat mulai enggan meneruskan tradisi membatik dikarenakan dianggap tidak menjanjikan, selain membutuhkan modal yang besar, tenaga, ketekunan, serta waktu yang tidak sedikit. Setidaknya diperlukan waktu 1-2 minggu untuk dapat menghasilkan 1 potong kain batik. Jika motif yang dibuat cukup rumit dan memerlukan pewarnaan yang banyak seperti motif Sekar Jagat, maka untuk menghasilkan 1 potong kain batik bisa menghabiskan waktu 1 bulan. Pengorbanan tenaga dan waktu itu tidak sebanding dengan harga kain batik yang hanya berkisar 120-300 ribu saja. Untuk motif yang rumit dan memerlukan waktu pengerjaan hingga 1 bulan saja hanya dihargai 300-350 ribu.
Selama ini kendala yang terjadi selain persoalan modal adalah bahwa membatik bukan menjadi pekerjaan pokok, tetapi hanya pekerjaan sambilan atau hanya iseng untuk mengisi waktu luang. Pemasaran hasil produksi pun terbatas hanya di lingkungan sekitar dan tergantung pada adanya pesanan atau tidak. Inilah yang membuat batik tidak berkembang di Kebumen. Selain itu, pihak pemerintah pun kurang memperhatikan terhadap potensi batik di daerahnya. Menurut Ibu Siti, dahulu ketika masa pemerintahan Rustriningsih, batik cukup laku karena para pegawai dianjurkan mengenakan batik. Namun sekarang batik telah digantikan lurik, sehingga batik mulai tidak laku.
Kelompok pembatik Desa Jemur sampai saat ini belum pernah mempromosikan kerajinan batiknya lewat media apapun, bahkan mengikuti pameran pun belum pernah. Tetapi pernah ada seorang warga yang mencoba promosi lewat internet. Hasilnya, pernah ada orang dari Jakarta datang mencari alamat di desa itu untuk memesan batik. Dari peristiwa itu, dapat disimpulkan bahwa promosi lewat media sangat membantu dalam memasarkan produk batik. Hanya saja peluang itu belum bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
 3. Desa Seliling
Satu daerah lagi di Kebumen yang merupakan sentra pengrajin batik yang masih aktif, yaitu Desa Seliling. Sebenarnya ada beberapa desa penghasil batik di Kebumen, yaitu Desa Jemur, Seliling, Gemeksekti, Surotrunan, Bojongsari, Tanjungsari, dan Kambangsari. Namun saat ini yang masih aktif memproduksi hanya tinggal tiga desa, yaitu Gemeksekti, Jemur, dan Seliling.
Di Desa Seliling terdapat dua kelompok pembatik yang berada di Dusun Pegandulan dan Dusun Beji. Di Dusun Pegandulan teradap kelompok pengrajin batik yang bernama “Mekar Sari” yang diketuai oleh Pak Muhtadin, sedangkan untuk di Dusun Beji dipimpin oleh Pak Teguh. Memasuki Desa Seliling memang tidak nampak aktivitas membatik. Begitupun ketika memasuki dusun Pegandulan. Hanya ada papan penunjuk arah yang bertuliskan Kelompok Pengrajin Batik “Mekar Sari” yang berada di pinggir jalan utama desa.
Untuk sampai ke tempat pengrajin dari jalan utama harus melewati jalan sempit yang tidak mulus. Skitar beberapa ratus meter dari jalan utama desa terdapat rumah yang di depannya dipasang sepanduk lusuh yang menandakan bahwa di situ tempat pengrajin batik Desa Seliling. Di sekitar rumah itu hampir tidak ada tanda-tanda bahwa dusun itu terdapat kelompok pembatik. Menurut Pak Muhtadin, di dusun Pegandulan hanya ada sekitar 10 orang pengrajin batik, itu pun kebanyakan sudah sepuh.
 ·         Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi oleh para pengrajin batik di Desa Seliling ini pada umumnya sama seperti yang dialamai desa lainnya. Dari segi sumberdaya manusia, para pembatik umumnya sudah sepuh dan tidak ada regenerasi. Para keturunannya saat ini mulai enggan untuk meneruskan tradisi membatik, sehingga dikhawatirkan ketika para sesepuh yang biasa membatik sudah tidak ada, maka begitu juga dengan batiknya akan tenggelam.
Persoalan permodalan juga selalu menjadi kendala bagi usaha batik. Mahalnya harga-harga bahan baku untuk membatik cukup menjadi kesulitan para pengrajin yang melakukan usaha membatiknya dengan modal sendiri. Ditambah lagi saat ini harga  minyak tanah sangat mahal. Minyak tanah sangat diperlukan untuk pemanasan malam dalam hal pembatikan menggunakan canthing. Jika menggunakan minyak tanah, maka biaya produksi pun akan semakin mahal.
Permasalahan lainnya adalah soal pemasaran. Selama ini para pengrajin hanya memproduksi untuk kebutuhan sendiri dan juga ketika ada pesanan kain batik. Karena hal inilah batik dari Desa Seliling tidak dikenal oleh orang dari luar daerah. Kurangnya pengetahuan dalam hal pemasaran modern, membuat usaha batik di Desa Seliling ini melakukan penjualan “ala kadarnya” saja, karena memang produksinya pun terbatas.